-----------------------------------------------------
Kita semua belajar untuk tidak memberhalakan masalah, tetapi sebaliknya, kita memuliakan Allah dan mengucap syukur atas masalah yang Tuhan izinkan kita alami. Dengan demikian, kita mengalami pertumbuhan rohani yang baik. Kalau kita memandang semua kejadian, semua peristiwa, semua persoalan, semua kesulitan, semua kesukaran dengan kacamata kekekalan, semua menjadi kecil. Menjadi ringan kita memikulnya. Apalagi kalau kita sadar bahwa persoalan-persoalan tersebut bisa mendatangkan kemuliaan kekal. Kita akan berterima kasih. Oleh sebab itu, kita harus memiliki cara pandang atau perspektif, sudut pandang yang benar, yaitu berbasis kekekalan. Basis pemikiran kita harus basis pemikiran yang terkait dengan kekekalan. Kalau kita memandang persoalan kita dengan kacamata kekekalan, semua menjadi masalah kecil. Sebab, masalah-masalah ini sementara. Pasti ujungnya akan tiba, pasti akan berakhir. Bersyukur kalau persoalan itu berakhir, telah membuahkan pendewasaan rohani di dalam hidup kita. Syukur kalau sampai bisa begitu.
Jangan sampai persoalan itu berlalu tanpa kita menikmati berkat kekal yang Tuhan sediakan. Jangan sampai persoalan berlalu, malah menyisakan kepahitan, kemarahan, kebencian, dan kehidupan yang tidak bertumbuh atau tidak berbuah. Celaka sekali! Tetapi mari dengan membaca kebenaran ini, kita mulai sadar bahwa Tuhan itu bukan saja baik, melainkan sangat baik. Kebaikan Tuhan diberikan kepada kita tidak selalu dalam bentuk hal-hal yang menyenangkan kita, tidak selalu dalam bentuk hal-hal yang memuaskan kita, tidak selalu dalam bentuk hal-hal yang membuat kita nyaman, bahkan sering apa yang Tuhan berikan itu hal-hal yang membuat kita benar-benar tidak nyaman. Hidup kita merasa tidak bahagia, kita merasa terancam, dan lain sebagainya. Namun, kalau kita memandang dengan kacamata kekekalan, kita tahu bahwa itu tidak ada artinya.
Allah yang kekal selalu menyediakan berkat dengan kualitas nilai kekekalan. Allah yang kekal tidak mungkin memberikan kepada kita sesuatu yang bersifat fana, hanya dinikmati oleh fisik tubuh fana kita. Memang Tuhan juga memberikan kita kesenangan-kesenangan, tapi pasti bukan kesenangan yang dimaksudkan untuk menjauhkan kita dari hadirat Allah. Kita jangan memberhalakan persoalan yang membuat kita tidak dewasa, membuat seseorang menjadi memanjakan diri, masochistis; seperti suka menyakiti diri sendiri dan menikmati rasa sakit itu. Orang-orang seperti ini akan bertambah menjadi rusak, egois, hanya melihat kepentingan sendiri, perasaan sendiri, dan tidak memedulikan kepentingan dan perasaan orang lain.