Adalah aneh jika "fornication" di Mat 19:9 dimaknai sebagai "mati/meninggal dunia" karena toh seorang penjinah akan dihukum mati.
Sebab jika 'cerai' dimungkinkan terjadi karena 'zinah/fornication' dan ini berarti hukuman mati (seperti pemahaman Pencerah 888), maka diseluruh ayat2 Kitab Suci, tidak akan mungkin ditemukan frasa:
- ia menjadikan isterinya berzinah
- perempuan yang diceraikan,
Karena tidak mungkin perempuan yang sudah mati (dihukum karena zinah) bisa hidup kembali untuk disebut sebagai "perempuan yang diceraikan".
Ya. Saya sependapat ama granits

Lebih jauh, di Hukum Baru (Kristus), Adultery sendiri tidak lagi dijatuhi hukuman mati sebagaimana di PL, sebagaimana dikisahkan di John 8:2-11.
Sependapat.
Jadi pemahaman "fornication" diartikan "hukum mati/meninggal", untuk menyelaraskannya dengan "tidak boleh cerai, kecuali karena kematian" adalah sungguh tak berdasar.
Sependapat.
Barusan ketemu lagi suatu berita di internet mengenai Paus Francis.
Buat saya, "luar biasa" Paus Francis ini karena cara pemikirannya "luas".
Nggak terpatok berkacamata kuda pada suatu Law.
"kacamata kuda":
1. Masabodoh, walo elu di abuse abis2an sama suami/istri elu, elu mesti tetep berdoa agar Tuhan menghentikan abuse dari suami/istri elu. Elu gak boleh ceraikan dia, sekalipun elu sampai mati gara2 di abuse oleh sumai/istri elu.
2. Masabodoh, walo elu menceraikan istri/suami elu itu karena dia abuse elu abis2an, elu DILARANG untuk jatoh cinta lagi kepada cewe/cowo laen yg emang bener2 juga cinta elu, apalagi nikah lagi. Elu HARUS tetep jadi janda atopun duda yang idup sendirian.
"kacamata kuda" mengabaikan segala posibilitas sikon, sementara padahal sikonnya bisa amat sangat bervariasi. Paus Francis maju selangkah, yakni "memfasilitasi" dari posibilitas sikon.
Sayangnya, pemikiran Paus Francis ini ditentang, dan malah sepertinya oleh penentangnya dikatakan
"Paus Francis setuju dengan perceraian dan nikah kembali".
Sementara di pov saya thdp pemikiran Paus Francis,
Di pov Paus Francis, [bercerai dan lalu nikah lagi] itu ada di IF condition, dimana hanya apabila kondisi ini sudah dikaji dgn seksama (bukan sekedar langsung "
oh okelah kalo begitu...") maka barulah IF tsb terpenuhi ... dimana selanjutnya THEN-nya barulah bisa diaplikasikan.
So, di pov Paus Francis : men-"sah"-kan (dgn tanda petik) [bercerai dan lalu nikah lagi] ---> ini BUKAN sesuatu yg to be practiced.
Berikut komentar thdp Amoris Laetitia nya Paus Francis....
(bersambung)