@sahaba
Memang adat tidak semudah itu bro dalam memilahnya karena adat jawa misalnya, dibentuk dari pengaruh besar dua agama diluar kekristenan, misalnya hindu dan budha, dimana perkembangan selanjutnya islam yang juga berasimilasi dengan budaya setempat. Nah dari sini memang butuh keberanian untuk menyatakan “tidak” bagi apa apa yang merupakan pengaruh diluar kekristenan. Itu bukan hal mudah tetapi harus dilakukan. Dan harus diakui bahwa tidak banyak yang “berani” melakukan ini. Mereka yang berani melakukan ini kemudian akan mendapat cap seperti “tidak menghormati orangtua”, mengabaikan orangtua, fanatik, dst… Tetapi beranikah kita melakukan itu untuk nama Yesus?? Pertanyaannya kan itu to?
Apakah semua harus frontal dalam artian menghancurkan tradisi? Tidak juga. Misal ziarah kekuburan orang tua, menurut tradisi harus sembahyang ini itu, bawa dupa dan kemenyan dan wewangian sebagai sesajen. Sekarang gak perlu bawa seperti itu, cukup kemakam hanya untuk membersihkan makam, dan kalaupun mau berdoa, maka doakan dia bukan meminta yang didalam kubur mendoakan kita. Secara tradisi israelpun memberikan penghormatan seperti itu pada orang yang sudah meninggal. Dan itu boleh. Beberapa denominasi menyatakan, doa untuk orang mati itu sia sia, karena sudah gak ada pertobatan. Tetapi harus diingat bahwa doa orang percaya didengar Tuhan dan “apapun” yang dia doakan akan Tuhan berikan asalkan sesuai kehendak Dia. Nah dari situ, kita dapat pula melihat bahwa kalau memang ada yang mendoakan secara tulus dan orang itu berkenan dihadapan Tuhan, maka bukan tidak mungkin seseorang yang sudah meninggal itu “diampuni dan dibenarkan” Tuhan. Pertobatannya sendiri sudah gak mungkin, tetapi keluluhan hati Tuhan karena doa orang yang berkenan kepada Tuhan itu masih mungkin. Sedangkan keputusan mati saja yang sudah Tuhan turunkan juga masih bisa dirubah bukan? Dan bukankah Tuhan menyatakan, “apa yang kamu ikat didunia akan terikat disorga”?? Nah hal hal seperti ini saya kira juga perlu mendapat perhatian.