Sambungan…
Paus Fransiskus bercerita tentang sebuah keuskupan di Meksiko dimana paroki memiliki diakon tapi tidak ada imam, dan Paus bertanya-tanya bagaimana hal itu bisa terus seperti itu – saat Uskup Krautler mengangkat ide imam menikah.
“Paus menjelaskan bahwa dia tidak bisa mengambil segala sesuatu sendiri dari Roma. Kita para uskup lokal, yang mengenal baik dengan kebutuhan umat kita, harus ‘corajudos,‘ atau ‘berani’ dalam bahasa Spanyol, dan membuat saran konkret,” kata uskup itu kepada sebuah media Austria hari berikutnya.
Paus Fransiskus, menurut Uskup Krautler, menginginkan konferensi waligereja nasional untuk “mencari dan menemukan konsensus tentang reformasi dan kita kemudian harus membawa usulan untuk reformasi tersebut ke Roma. … Terserah para uskup untuk membuat usulan, kata Paus lagi.”
Bagi para uskup lain tidak butuh waktu lama untuk menanggapi isyarat itu.
Tiga uskup di Inggris mengatakan mereka berencana mengangkat isu imam yang menikah pada pertemuan Konferensi Waligereja Inggris dan Wales pada Mei. Perubahan tersebut bisa membantu meringankan kekurangan imam di keuskupan-keuskupan mereka, kata mereka, seraya mencatat bahwa banyak dari mereka memiliki imam menikah dan sudah direncanakan untuk mengizinkan para klerus Anglikan itu untuk dikonversi.
“Saya akan mengatakan secara pribadi bahwa pengalaman saya dari imam menikah telah menjadi salah satu yang sangat baik,” kata Uskup Thomas McMahon kepada The Tablet, mingguan Katolik.
Uskup McMahon dari Brentwoodnya mengatakan ia memiliki 20 mantan imam Anglikan, banyak dari mereka telah menikah.
“Orang-orang melihat imam mereka sebagai hamba Allah, untuk menuntun mereka kepada Tuhan,” kata Uskup McMahon.
Paus Fransiskus akan terbuka dengan perubahan itu dan itu tidak terlalu mengejutkan.
Kemudian Paus Fransiskus berkomentar bahwa sementara ia mendukung untuk mempertahankan selibat “hingga saat ini,” itu adalah masalah hukum Gereja dan tradisi, bukan doktrin: “Ini adalah masalah disiplin, bukan iman. Hal ini dapat diubah.”
Baru-baru ini, Sekretaris Negara Vatikan, Pietro Kardinal Parolin, menggemakan pandangan tersebut dalam komentarnya belum lama ini dan ia mengatakan bahwa selibat “bukan merupakan dogma Gereja dan dapat dibahas karena merupakan tradisi Gereja.”
Jadi, apakah pilihan selibat sebuah kemungkinan nyata di bawah Paus Fransiskus? “Saya pikir topik itu terbuka untuk dibahas,” kata Pastor Thomas Reese, seorang imam Yesuit dan analis senior untuk National Catholic Reporter.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa Paus Fransiskus mungkin dapat menerima pembahasan:
Satu, sementara imam menikah sering dilihat sebagai bagian dari agenda reformasi “liberal” termasuk pentahbisan imam wanita dan menjungkirbalikan ajaran tentang homoseksualitas dan pengendalian kelahiran, itu tidak. Bahkan, pejabat Gereja di seluruh dunia secara berkala mengusulkan imam menikah.
Dua, karena selibat merupakan sebuah masalah hukum dan tradisi, bukan doktrin atau dogma, hal itu dapat dibahas atau bahkan diubah tanpa memberikan isyarat bahwa seluruh struktur ajaran Gereja akan pecah. Reformasi seperti itu akan menjadi cara yang pragmatis menangani masalah pastoral, dan telah menerima dorongan dari Paus Emeritus Benediktus XVI, seorang konservatif, yang mengizinkan beberapa pastor Anglikan menikah untuk menjadi imam Katolik.
Tiga, Paus Fransiskus telah membingkai reformasi selibat sebagai salah satu yang harus muncul dari konteks lokal, yang memperkuat desentralisasi kekuasaan dan otoritas dalam Gereja. Selibat bisa menjadi sarana yang berguna untuk memecahkan masalah ketika mempromosikan kolegialitas dan gagasan perubahan organik dalam agama Katolik.
“Jika, secara hipotetis, agama Katolik Barat akan meninjau kembali masalah selibat, saya pikir itu akan melakukannya karena alasan budaya … tidak begitu banyak sebagai pilihan universal,” ungkap Paus Fransiskus tahun 2010, yang saat itu masih sebagai kardinal, tiga tahun sebelum ia menjadi Paus.
Sebenarnya, hal itu tidak mengherankan bahwa isu tersebut muncul dalam diskusi antara Paus Fransiskus, seorang Argentina, dan uskup Brasil karena para uskup di Amerika Latin, Afrika dan Asia sering membahas tentang perlunya untuk mempertimbangkan sebuah perubahan.
Sumber: http://keuskupanbogor.or.id/aggregator/sources/1