Sekarang kita tinjau dari segi sejarah KONSILI NICEA itu:
KONSILI NICEA yang diadakan di kota Nicea diadakan pertama kali pada tahun 325 semasa pemerintahan raja Konstantin Agung (274-337).
(Ada tuduhan juga dari teman2 Muslim, bahwa Konsili Nicea dipengaruhi oleh sosok Rasul Paulus. Namun, perlu dipahami bahwa konsili ini diadakan jauh setelah Rasul Paulus di-eksekusi mati, maka Paulus tidak ada urusannya dengan Konsili Nicea).
Konsili ini diadakan karena adanya penatua di Aleksandria bernama Arius yang melontarkan ajaran yang berbeda dengan pemahaman gereja secara umum selama 4 abad mengenai ke-Tuhan-an atau ke-Allah-an Yesus Kristus. Pandangan Arius ditolak oleh uskup Aleksander dan penatua Athanasius yang juga berasal dari gereja Aleksandria, penolakan ini kemudian diteguhkan dalam konsili Nicea yang khusus diadakan membahas pengajaran Arius yang menyimpang itu.
Faham yang mendasari Arius:
GNOSTIKISME :
Pada abad-2/3 berkembang ajaran Gnostik yang mengajarkan bahwa ‘percikan api ilahi’ jatuh dari realita ilahi ke dunia materi yang jahat dan terpenjara dalam diri manusia. Ada keberadaan awal yaitu Tuhan yang tidak dikenal, dan darinya terpancar/ emanasi ilah-ilah lebih rendah yang berakhir dengan ‘sophia’ yang memiliki keinginan untuk mengetahui ‘keberadaan tertinggi’ itu. Dari Sophia terbentuk ‘ilah’ yang merosot yang jahat yang disebut ‘demiurge’ yang dikirim untuk menyelamatkan manusia.
Ada gnostik yang menyamakan demiurge sebagai Allah PL, dan ada yang mengatakan bahwa ‘Kristus, roh ilahi’ merupakan logos demigod yang mendiami manusia Yesus dan tidak mati disalib, melainkan kembali kepada sumbernya. Gnostik menolak penebusan Yesus Kristus dan kebangkitan tubuh.
Gnostikisme sezaman dengan faham:
NEOPLATONISME :
Plato (428-347sM) membagi realita menjadi dunia Bentuk/Ide dan Materi. Dunia bentuk/ide tertinggi dan sempurna disebut ‘Yang Baik.’ Pengetahuan mengenai itu menjadi sumber pembimbing dalam menentukan keputusan moral.
Pemikiran Plato dalam perkembangan ‘Middle Platonic’ dijabarkan sebagai hirarki prinsip ilahi yang dimulai dengan prinsip tertinggi yang disebut ‘Yang Satu’ yang mengandung pikiran ilahi yang dipertentangkan dengan dunia materi atau jiwa yang jahat.
Pemikiran ini kemudian diajarkan oleh Amonius Saccas (174-242) dan dikembangkan muridnya bernama Plotinus (205-207) sebagai Neo-Platonisme yang menggambarkan realita sebagai hirarki keberadaan yang makin kebawah makin rendah dan merupakan ekspresi lebih rendah dari yang diatasnya, demikian seterusnya, dan merupakan proses pencurahan energi Allah yang bertingkat. Tingkat teratas disebut logos dan tingkat dibawah dipancarkan/emanasi dari yang diatasnya, demikian seterusnya.
Plotinus menolak gagasan gnostik yang menyebut dunia materi itu jahat, tetapi dalam banyak segi lainnya keduanya saling mempengaruhi.
ARIANISME :
Arianisme dirintis oleh Arius (256-336), seorang penatua di gereja Aleksandria. Ia terpengaruh neoplatonisme. Menurutnya preexistence Yesus bukanlah Allah tetapi ciptaan pertama yang ‘seperti Allah’ (homoi-ousius) atau ‘demigod’, semacam konsep ‘demiurge’ yang lebih rendah dalam Gnostik. Bagi Arius karena Yesus ciptaan, maka ia bukan Allah, dan bukan penebus karena hanya Allah yang bisa menebus.
Pengajaran Arius ditolak gereja di Nicea (325) namun kemudian dipercaya kelompok ‘Unitarian’ (abad-16) dan ‘Saksi-Saksi Yehovah’ (abad-19).
Nah klaim ibu Irene itu, seolah-olah Muslim itu sepaham dengan “Arianisme,” saya meragukan hal itu, kalangan Arianisme pada masa sekarang-pun (misalnya kelompok Saksi-saksi Yehovah) pun tidak bisa diidentikan kepercayaan mereka akan keesaan Allah dan nabi seperti konsep Muslim.
Konsili Nicea mempertahankan ajaran Alkitab yang sudah ada sejak dulu (sebelumnya) yang menyebutkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah (Yohanes 1:1; Yohanes 20:28 ) yang sehakekat dengan Bapa (homo-ousius).
Ajaran Yesus Kristus adalah Allah sudah tercatat dalam Alkitab Perjanjian Baru yang ditulis pada tengah kedua abad pertama (tahun 50-100 M), jadi bukan merupakan hasil keputusan politik kaisar Konstantin melalui Konsili Nicea (tahun 325 M).
Blessings,
BP