Raya tengah bersiap-siap ke gereja. Dengan sigap gadis manis berusia 17 tahun itu menyambar tas dan menuju pintu ruang tamu. Namun, baru saja kakinya menjejak halaman depan, ibunya memanggil dengan suara menggelegar. Apa pasal? Rupanya menurut sang ibu, Raya tak mengenakan busana yang pantas untuk ke gereja.
Sejatinya Raya tidak mengenakan pakaian tidur seperti piyama, ataupun busana rumah seperti kaos dan celana pendek. Gadis berparas manis itu hanya mengenakan tank top berbalut bolero dan rok mini—yang lazim dikenakan gadis-gadis seusianya.
Kisah serupa juga dialami Doni, remaja pria berumur 15 tahun yang tengah tergila-gila dengan olahraga bola basket. Pagi itu, Doni mengenakan kostum olahraga berikut jaket dan sepatu keds. Doni berdalih bahwa usai mengikuti ibadah raya, ia berencana langsung berlatih bola basket di sekolahnya. Tanpa tedeng aling-aling, kedua orang tua Doni pun segera mengultimatum putra bungsunya untuk segera berganti kostum atau tidak bermain bola basket selamanya.
Sebetulnya tidak ada aturan baku mengenai cara berbusana di gereja. Namun, umumnya orang ke gereja dengan mengenakan busana resmi untuk menghormati hadirat Tuhan.
Di era moderen ini, ‘aturan’ berbusana resmi di gereja mulai mengalami pergeseran. Ya, ini karena ada paham bahwa Tuhan tidak melihat rupa (baca: penampilan) melainkan hati. Itulah, mengapa sebuah gereja yang dipimpin oleh pendeta sekaligus musisi berinisial FS, membolehkan jemaatnya mengenakan busana apa saja yang mereka mau—termasuk menindik dan mentato tubuh.
Jadi, bagaimana seharusnya anak muda Tuhan berpenampilan di gereja?
Guys, fungsi pakaian sebetulnya adalah untuk menutupi aurat dan melindungi tubuh manusia dari panasnya sinar matahari atau dinginnya cuaca malam. Tetapi, di era moderen, fungsi pakaian lebih ditekankan pada fungsi estetika alias fesyen. Itulah mengapa tak sedikit anak muda Tuhan yang gemar mengenakan busana ‘aneh-aneh’ saat ke gereja dengan dalih mengikuti tren mode.
Tidak ada salahnya memang mengikuti tren fesyen, tetapi itu akan menjadi masalah apabila busana yang kita kenakan ternyata menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Ya, busana yang dikenakan Raya misalnya. Dengan mode seperti itu, maka bagian kaki hingga paha Raya pun terlihat jelas. Bagi Raya, itu mungkin tidak masalah, tetapi tidak bagi kaum pria yang baik sengaja atau tanpa sengaja melihat bagian tubuh Raya yang terbuka. Kaum pria adalah makhluk yang mudah terangsang dengan apa yang ia lihat. Itulah mengapa kebanyakan media pornografi seperti film dan majalah, ditujukan untuk kaum pria.
Kemudian, bagaimana dengan kasus Doni? Guys, perlu diketahui bahwa ada yang dinamakan etika busana alias mengenakan busana yang sesuai dengan tempatnya. Itulah mengapa ada yang dinamakan busana tidur, busana kerja, busana main, dan sebagainya. Sejatinya, Doni tak berbuat dosa karena mengenakan pakaian olahraga untuk beribadah di gereja, tapi ‘kesalahan’ Doni adalah karena ia tidak mengenakan pakaian yang sepantasnya.
Mungkin, kamu bertanya-tanya kalau memang Doni tidak berbuat dosa karena mengenakan pakaian olahraga dan sekadar melanggar etika, mengapa ia tetap diberi ultimatum? Well, sebagai anak, Doni tetap berkewajiban menghormati dan mentaati perintah orangtuanya. Dan, sebagai anak Tuhan, ada baiknya kamu menghayati ayat ini baik-baik: “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Timotius 4:12).