Mari kita lihat peristiwa yang sama terjadi pada jaman Musa ketika Musa menerima Sepuluh Perintah Allah.
Seluruh bangsa itu menyaksikan guruh mengguntur, kilat sabung-menyabung, sangkakala e berbunyi dan gunung berasap. Maka bangsa itu takut dan gemetar dan mereka berdiri jauh-jauh. Keluaran 20:18
Apa yang terjadi pada masa Nabi Musa terjadi juga pada konsili Vatican I
Thomas Mozley (korsponden The Times of London) ketika dia melaporkan keadaan Konsili Vatikan pada saat voting untuk dogma kekebalsesatan paus (Pastor Aeternus) pada 18 Juli 1870 :
Jawaban “Setuju !” para Bapa Konsili seakan harus berjuang melawan angin badai gemuruh halilintar yang menggelegar di angkasa sementara cahaya petir menyusup masuk lewat jendela-jendela dan turun memasuki ruang basilika serta kubah-kubah kecil, seakan menyela dan sangat menarik perhatian orang banyak. “Setuju !” sahut para Yang Mulia itu disusul gemuruh tepukan tangan halilintar dan cahaya petir menerangi langit-langit dan setiap sudut gereja dan ruang konsili, seakan-akan turut memberikan jawaban. Situasi itu berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam sepanjang proses pemanggilan nama, suatu suasana yang paling mengesankan yang pernah saya saksikan.
Suatu saat tiba-tiba sebuah kaca jendela berwarna yang terdapat hampir di atas takhta paus hancur berantakan, pecahan-pecahan kaca yang remuk turun bagaikan hujan berhampuran ke arah para uskup dan akolit. Paus sendiri terhindar dari pecahan kaca tersebut karena dilindungi kanopi yang berada tepat di atas takhtanya.
Ketika hasil voting (433 setuju dan 2 tidak setuju) dibawa kepada paus, badai justru bertiup semakin kuat. Basilika yang begitu besar menjadi sangat gelap sehingga paus memerlukan lilin agar bisa membacakan penetapan yang sangat penting : “Dengan wewenang apostolik dan persetujuan konsili, kami menetapkan apa yang telah dibacakan”.
Suara gemuruh halilintar terus menggelegar disusul petir sambar-menyambar. Lagu Te Deum pun dikumandangkan. Semua umat berlutut dan di sela-sela bunyi gemuruh suara halilintar terdengar suara paus memberikan berkatnya.
Demikianlah di tengah-tengah “kemegahan” yang tak terduga, dogma mengenai paus yang tidak dapat sesat dalam lingkungan Gereja Katolik secara resmi diumumkan. Apakah angin badai merupakan tanda murka Tuhan atas arogansi kebodohan ? Atau sebaliknya - merupakan bukti manifestasi kuasa Tuhan seperti halilintar dan petir yang menyertai peristiwa pemberian Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai ?
Sumber (bukan iklan buku) :
McClory, Robert; 2010, Paus dan Kekuasaan, Penerbit Obor, Jakarta
Bandingkan dengan:
Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan. Lalu Musa membawa bangsa itu keluar dari perkemahan untuk menjumpai Allah dan berdirilah mereka pada kaki gunung. Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena TUHAN turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat. Bunyi sangkakala kian lama kian keras. Berbicaralah Musa, lalu Allah menjawabnya dalam guruh. (Keluaran 19 : 16 – 19)
TUHAN memang ingin agar umat mengetahui bahwa ADANYA KUASA ILAHI YANG MENYERTAI peristiwa2 diatas