bagi FKer sekalian,…
Rupanya banyak dari kita yg berprofesi sebagai pengajar ya… dan thread ini diresponi secara kritis dan semoga pandangan2 dari Fker bisa jadi ajang masukan bagi mereka yg punya akses ke pemerintahan.
Begini, Dalam pandangan saya bukan “ujiannya” yg menjadi masalah, tapi "siapa yg patut " mengujinya itu yg saya permasalahkan.
Diawal pandangan saya meresponi topik thread ini. Blak-blakan aja deh saya berpandangan UN - itu sebenarnya ga perlu lagi. Karena ya itu tadi, UN sebenarnya tidak layak dijadikan tolok ukur menilai kemampuan siswa untuk lulus atau tidak, tapi guru sekolahnya lah yg berhak.
Tidak ada relevansinya antara siswa sekolah A harus diuji melalui soal2 yg dibuat oleh “Tim kerja” yg tidak pernah mendidik siswa tersebut, untuk bisa lulus!
Kalo tujuannya untuk evaluasi & sebagai nilai pendamping / tambahan , atau untuk menentukan rating sekolah dan mengevaluasi materi yg diajarkan disekolah sih oke, jadi lebih mengarah “menguji sekolah & gurunya itu sendiri”
Analogi ujian kehidupan seperti yg diuraikan oleh bro satya ! ( pinjam ilustrasinya ya bro, mohon maaf ga bermaksud nyinggung or plagiat ) , begini:
Saya pasti diuji dalam kehidupan ini! untuk semakin disempurnakan serupa dengan Kristus, dimana semua bahan ujian, punishment & reward, dan lulus tidaknya itu ada dibawah otoritas Yesus Kristus !
saya setuju itu. Mengapa?:
Karena memang Dia selama ini sudah membimbing & mengajarkan bagaimana seharusnya kita hidup, apa saja frame of referencenya, “Kisi2 ujian”, cycle of the test, dll. Jadi Dia memang berhak menguji & menentukan kelulusan kita, karena selama itu emang Dia bertindak sebagai gurunya kita. Bukan Sijahat yg ga pernah membimbing kita, tiba2 mencobai kita, terus memutuskan “lulus tidaknya saya”.
Sijahat boleh saja mecobai, menyarankan dan menuntut, - “Si Kumis jangan diluluskan”, tapi toh dia tidak punya otoritas memutuskan lulus tidaknya saya.!!! Lulus tidaknya saya, tetap Yesus Kristus yg putuskan. Kurang lebih begitu.
Yesus Kristus pun mencontohkan demikian selama pelayanannya dibumi ini, dia tidak pernah membiarkan murid2nya “dites” oleh orang lain. Sebelum org bisa “ngetes” muridnya, pasti dia sudah hadapi dulu orang tersebut. Kalau ada org yg menjelek2kan murid2nya, pasti Dia bela semua murid2nya itu.
guru yg baik, selalu berupaya mengembangkan kapasitas muridnya semaksimal mungkin
guru yg baik, men-tes, menguji muridnya untuk mengevaluasi & memperbaiki kekurangan2 dari siguru itu sendiri & muridnya, bukan untuk memvonis.
Guru yg baik lebih senang memotivasi, bukan menghakimi murid,
Guru yg baik, mengenal muridnya, dan
Guru yg baik, pasti ingin suatu hari nanti muridnya lebih baik dari dirinya sendiri, iya kan!
Tidak ada guru lain yg tau kapasitas sejati dari seorang murid, selain gurunya sendiri.
Sayang, saya tidak bisa bersuara langsung menentukan arah politik pendidikan formal di negeri ini, tapi saya suarakan dan saya ajarkan prinsip2 tersebut pada mereka yg pernah / sedang belajar dibawah supervisi saya, agar mereka mem-praktekkan prinsip2 itu di circle of influence mereka masing2. saya bersyukur itu sudah terjadi 
Bukankah, setiap orang selalu mencoba untuk saling mempengaruhi satu sama lain?
Terlebih dalam kapasitas sebagai pengajar, selalu ada hasrat menularkan pengetahuan, prinsip2 & pandangannya pada murid2nya. dan seorang guru akan sangat bangga, bila sang murid bisa mengembangkan pandangannya selaras dengan pandangan sang guru. Iya ga?
Itu sebabnya saya tidak setuju UN. !