Saya kira “hanya” orang kaya yang seperti dalam nats tersebut.
Bukan karena kayanya lantas ia tidak diterima di Surga dan juga bukan karena miskinnya lantas ia diterima di Surga. Sebab kaya atau miskin adalah kondisi dimana mempermudah atau mempersulit kita untuk menjadi taat dan hidup dalam kehendak Allah.
Amsal 30:8-9
Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.
Baik kaya atau miskin keduanya berpotensi untuk berbuat dosa. Abraham mendapat kelimpahan kekayaan dunia juga Ishak, Yakub, Ayub, Daud dan banyak tokoh lainnya, sebaliknya Yeremia, Yohanes dan nabi-nabi yang lainnya hidup dalam keterbatasan. Keduanya kelompok orang tersebut sama-sama diperkenan Allah. Jadi sebenarnya bukan kekayaan yang TUHAN bicarakan dalam perumpamaan tesebut tetapi sikap kita.
Saya pribadi banyak jumpai orang miskin yang jahat, serakah sama serakahnya dengan orang kaya, bedanya si kaya serakah dalam kelimpahan dan si miskin serakah dalam kekurangannya. Mereka sama-sama hidup untuk uang dan demi uang. Mereka sama-sama dapat meninggalkan apa yang mulia, kudus, dan benar adil demi mendapatkan uang. Bukan bicara soal orang kaya, saya juga bicara tentang orang miskin. Apakah ada yang menyangkal?
Banyak orang mudah mengkritik orang yang kaya, karena ia tidak menikmati kekayaannya. Apalagi terhadap OKB (Orang Kaya Baru) tentu akan lebih sirik lagi, sebab dulunya sama-sama miskinnya tentu sekarang beda nasip menurut anggapannya. Orang yang miskin dan iri terhadap kekayaan orang kaya disekitarnya, itu bobotnya sama seperti orang kaya yang serakah dengan apa yang telah ia miliki. Keduanya sama-sama busuk di hadapan TUHAN.
Mari kita miliki hati yang tenang dan pikiran yang lurus memandang perkataan Yesus agar kita menerima Firman Allah dengan benar tanpa memihak.